NAMA :
DELFI NOFITA SARI
NIM :
166048
KELAS : PBSI 2016 A
MATA KULIAH : MORFOLOGI
KATA MAJEMUK
A. Pengertian Proses
Pemajemukan
Menurut Masnur Muslich (2010:57)
proses pemajemukan atau komposisi adalah peristiwa bergabungnya dua morfem
dasar atau lebih secara padu dan menimbulkan arti yang relatif baru. Hasil
proses ini disebut bentuk majemuk. Misalnya kamar tidur, buku tulis, kaki
tangan. Bentuk-bentuk majemuk itu masing-masing terdiri atas perpaduan bentuk
dasar kamar dan tidur, buku dan tulis, kaki dan tangan.
Menurut Masnur Muslich (2010:57)
bentuk majemuk dalam bahasa Indonesia ini, ada dua pendapat, yaitu pendapat
yang mengatakan bahwa dalam bahasa Indonesia “ada” bentuk majemuk dan pendapat
yang mengatakan bahwa dalam bahasa Indonesia “tidak ada” bentuk majemuk.
Namun, disini Masnur Muslich
mengikuti pendapat bahwasannya dalam bahasa Indonesia terdapat atau ada bentuk
majemuk, karena sampai sekarang masih dapat dipertanggungjawabkan secara
keilmubahasaan. Seperti yang beliau terangkan di dalam bukunya Tata Bentuk Bahasa Indonesia (2010:57).
Menurut Masnur Muslich (2010:57)
adanya pendapat tidak ada bentuk majemuk adalah karena dilatarbelakangi oleh
anggapan bahawa tidak ada perbedaan struktur antara unsur-unsur dalam frase dan
bentuk majemuk.
Menurut Masnur Muslich (2010:58)
bentuk majemuk dan frase sepintas lalu sukar dibedakan sebab paling tidak
keduanya terdiri atas dua bentuk dasar. Berikut akan dijelaskan ciri lahirnya
perbedaan frase dan bentuk majemuk, yaitu:
1. Kontruksi
kamar tidur dengan adik tidur, kedua kontruksi tersebut
sama-sama terdiri atas unsur yang berkelas kata benda dan kata kerja. Apabila
suatu kontruksi frase berunsur fungsi predikatif dan atributif. Ciri bahwa
suatu kontruksi frase mempunyai fungsi predikatif adalah di antar unsurnya
dapat disisipi bentuk-bentuk yang menyatakan aspek (misalnya akan, telah,
sedang). Sedangkan, ciri bahwa suatu kontruksi frase mempunyai fungsi atributif
apabila di antara unsurnya dapat disisispi bentuk yang atau tidak. Berikut
contoh-contoh yang termasuk frase dan bentuk majemuk:
·
Kamar sedang tidur (bentuk majemuk)
·
Adik sedang tidur (frase)
·
Meja yang makan (bentuk majemuk)
·
Saya yang makan (frase)
2. kontruksi
kaki tangan dan meja kursi, keduanya merupakan kontruksi yang unsur-unsurnya
berkelas kata benda. Kontruksi frase yang semua unsurnya berkelas kata benda
biasanya mempunyai fungsi posesif dan koordinatif. Ciri bahwa suatu kontruksi
frase mempunyai fungsi posesif adalah di antar unsurnya dapat disisipi bentuk –nya atau kata milik. Sedangkan ciri bahwa suatu kontruksi frase mempunyai fungsi
koordinatif apabila di antara unsurnya dapat disisipi dengan bentuk dan.
Berikut contoh-contoh yang termasuk
frase dan bentuk majemuk:
·
Mata nya air (bentuk majemuk)
·
Mata nya orang (frase)
·
Mata milik air (bentuk majemuk)
·
Mata milik orang (frase)
B. Ciri Kata yang
Mengalami Proses Pemajemukan
Menurut Masnur Muslich (2010:59)
ciri-ciri bentuk majemuk dapat dilihat dari dua segi, yaitu dari sifat
kontruksinya dan sifat unsurnya.
1. Dilihat
dari segi sifat kontruksinya bentuk majemuk tergolong kontruksi pekat. Karena
kepekatannya itu, antara unsur-unsurnya tidak dapat disisipi bentuk atau unsur
lain. Kepekatan itu terlihat adanya perlakuan terhadap unsur-unsurnya yang
dianggap sebagai satu kesatuan bentuk. Buktinya apabila mendapatkan atau
bergabung dengan afiks, ia diperlakukan sebagai satu bentuk dasar (yang
unsur-unsurnya tidak terpisah). Misalnya, apabila afiks {meN-kan} bergabung
dengan bentuk dasar hancur lebur,
mejadi menghancurleburkan. Tetapi
bukan menghacncur lebur atau hancur leburkan.
2. Bentuk-bentuk
majemuk tertentu mudah sekali dikenal sebab artinya memang benar-benar
“berbeda”. Atau sama sekali tak berhubungan dengan arti dari setiap unsur
pembentuknya. Contohnya kambing hitam
yang sama sekali tak berhubungan makna dengan kambing dan hitam.
3. Sifat
kontruksi lainnya adalah kontruksi bentuk majemuk tetap. Maksudnya,
kontruksinya tidak dapat dipertukarkan. Jadi kalau kontruksi itu berupa KB+KK,
misalnya dalam kamar tidur tidak
dapat diubah menjadi KK+KB sehingga menjadi tidur
kamar.
4. Dilihat
dari segi sifat unsurnya, bentuk majemuk dalam bahasa Indonesia lebih banyak
yang berunsur bentuk-bentuk yang belum pernah mengalami proses morfologis.
Misalnya kamar kerja, terima kasih, jual beli. Menurut Masnur Muslich lebih
sedikit bentuk majemuk yang unsurnya sudah mengalami proses morfologis,
khususnya afiksasi. Misalnya membabi buta, bertekuk lutut merupakan bentuk
majemuk karena terbukti dari kepekatan susunannya, tetapnya urutan
kontruksinya, dan barunya arti yang ditimbulkan.
C. Jenis Pemajemukan
dalam Bahasa Indonesia
Menurut Masnur Muslich (2010:62)
dilihat dari hubungan unsur-unsur yang mendukungnya, bentuk majemuk dapat
dibagi atas tiga jenis, yaitu:
1. Bentuk
majemuk yang unsur pertam diterangkan (D) oleh unsur kedua (M)
a) Karmadharaya,
adalah apabila unsur yang kedua (sebagai M) berkelas kata sifat. Contoh: orang
kecil (rakyat jelata), hari besar (hari yang diperingati secara nasional), meja
hijau (pengadilan)
b) Tatpurusa,
adalah apabila unsur yang kedua (M) berkelas selain kata sifat. Contoh: meja
tulis, ruang tamu, kamar mandi.
2. Bentuk
majemuk yang unsur pertama menerangkan (M) unsur kedua (D). pada umum berasal
dari unsur serapan, terutama dari bahsa Sanskerta. Misalnya perdana menteri,
bumiputra, purbakala, dan sebagainya.
3. Bentuk
majemuk yang unsur-unsurnya tidak saling menerangkan, tetapi hanya merupakan
rangkaian yang sejajar (kopulatif). Biasa disebut dwandwa. Apabila dilihat dari
hubungan makna antarunsurnya ada yang setara, berlawanan, dan ada yang
bersinonim. Misalnya:
·
Hubungan setara: kaki
tangan, daya juang, tanggug jawab
·
Hubungan berlawanan: jual
beli, simpan pinjam, ibu bapak
·
Hubungan bersinonim:
hancur lebur, pucat pasi, sanak saudara
4. Klasifikasi
selanjutnya didasarkan pada kontruksi kelas katanya. Dari penelitian Samsuri
(1988:98-101), bisa disimpulkan bahwa kata majemuk bahasa Indonesia bisa
diklasifikasikan ke dalam sembilan kelompok, yaitu:
1) KB-KB:
tuan tanah, kepala batu, mata keranjang, tanah air
2) KB-KK:
roti bakar, kursi goyang, kamar tidur, ayam sabung
3) KB-KS:
kursi malas, hidung belang, kepala dingin, bini muda
4) KK-KB:
tolak peluru, tusuk jarum, masuk angin, balas budi
5) KK-KK:
turun minum, temu karya, pukul mundur, pulang pergi
6) KK-KS:
tertangkap basah, tahu beres, adu untung
7) KS-KB:
gatal mulut, haus darah, tinggi hati, besar kepala
8) KS-KK:
salah ambil, salah lihat, buruk sangka
9) KS-KS:
panjang lebar, tua renta, lemah lembut, kering kerontang.
Menurut pengalamannya, Masnur Muslich
(2010:63) menjelaskan bahwa selain sembilan jenis tersebut masih ada setidaknya
sebelas kelompok kata majemuk yang contoh masing-masingnya memang amat
terbatas. Sebelas kelompok yang dimaksud sebagai berikut:
1) KB-Kbil
(kata bilangan): langkah seribu, roda dua
2) KBil-KB:
setengah hati, perdana menteri
3) KBil-KBil:
sekali dua (pernah tapi jarang)
4) KKet-KB:
sebelah mata (remeh)
5) KB-Kket:
negeri seberang
6) KB-KK-KBil:
hewan berkaki seribu
7) KB-KB-KBil:
pedagang kaki lima
8) KB-Kket-KK:
apa boleh buat
9) KBil-KBil-KB:
setali tiga uang
10) KB-KK-KB:
senajata makan tuan
11) KBil-KK:
setengah mati.
Demikianlah
penjelasan menurut Masnur Muslich mengenai proses pemajemukan kata.
Kata Majemuk dengan Unsur
yang Berupa Morfem Unik
Menurut
Ramalan (2009:81) jenis bentuk majemuk atau kata majemuk ada yang terbentuk
dengan unsur yang berupa morfem unik. Adapun penjelasannya sebagai berikut.
Ada
beberapa kata majemuk yang salah satu dari unsurnya berupa morfem unik, ialah
morfem yang hanya berkombinasi dengan satu satuan tertentu. Misalnya kata
simpang siur. Kata majemuk ini terdiri unsur simpang yang tidak merupakan
morfem unik karena di samping simpang siur terdapat menyimpang, persimpangan,
simpang lima, dan unsur siur yangmerupakan morfem unik karena satuan ini tidak
dapat berkombinasi dengan satuan lain kecuali dengan simpang. Contoh lainnya
misalnya sunyi senyap, gelap gulita, terang benderang, dengan senyap, gulita,
dan benderang sebagai morfem unik.
Daftar Pustaka
Muslich,
Masnur. 2010. c. Jakarta: Bumi Aksara
Ramlan.
M. 2009. MORFOLOGI. Yogyakarta: C.V.
KARYONO
Tidak ada komentar:
Posting Komentar